Semakin berkembang pesatnya penetrasi pada pelanggan Fixed Wireless Access (FWA) membuat para penyelenggara jaringan Selullar ketar-ketir. Seperti yang diprediksikan beberapa tahun yang lalu ketika pertama kali dikeluarkannya regulasi FWA, yang akan mempu meningkatkan penetrasi dari jaringan tetap lokal atau fixed line. Malahan FWA mampu menjadi saingan utama dari bisnis telekomunikasi selullar, setelah sekian lama tidak mendapatkan saingan dan berjalan tanpa rintangan apapun.
Apalagi regulasi FWA yang mengizinkan pelanggan untuk dapat mengaktifkan handsetnya pada wilayah yang berada dalam satu wilayah kode area. Dengan begitu pelanggan merasa untung dengan menggunakan telepon tetap tapi masih bisa dibawa kemana-mana asalkan masih dalam wilayah yang satu kode area.
Layanan Fixed Wireless Access atau biasa dipanggil FWA merupakan layanan telepon untuk pelanggan yang tetap. Dahulu layanan ini dikenal dengan nama Wireless Local Loop (WLL) yang memberikan layanan telepon tanpa kabel tapi dengan peraturan seperti menggunakan kabel. Sehingga pesawat telepon nya pun hanya bisa berada ditempat itu saja, dan apabila menginginkan perpindahan tempat, maka harus disetujui oleh penyedia jaringan. Sungguh suatu yang sangat merepotkan apabila WLL ingin berpindah-pindah tempat. Berawal dari kekurangan itulah yang memunculkan ide FWA yang bisa dibawa kemana-mana. Berbeda dengan layanan mobile selullar yang tidak membatasi pergerakan pelanggannya, pada layanan FWA pergerakan pelanggannya dibatasi oleh jarak tertentu.
Teknologi GSM versus CDMA
Dari sisi teknologinya antara mobile sellular yang menggunakan teknologi GSM , pada FWA teknologi yang digunakan adalah CDMA. Tapi bukan berarti teknologi CDMA tidak mampu berbuat seperti GSM, hanya karena regulasinya yang dibuat agar memenuhi persyaratan. FWA juga menggelar jaringan didalam konfigurasi teknologi berbasis selular, dengan basestation ( BTS ) didalam area tersebut. Konfigurasi selular menyediakan spektrum yang lebih efisien karena menggunakan frekuensi reuse. Jadi perbedaan utamanya adalah pada pelanggan selular menyediakan solusi telekomunikasi untuk mobile user sedangkan FWA adalah akses network yang menyediakan wireline untuk fixed user.
Dilihat dari keterbatasan pergerakan pada layanan FWA, pastinya harus ada perbedaan regulasi antara mobile selular dan FWA. Tentu karena keterbatasan pergerakan dari FWA yang mempengaruhi harga dari penggunaan layanan FWA tersebut. Tapi dalam kenyataannya masih diperdebatkan masalah batas-batasan wilayah cakupan. Yang selama ini batasan itu masih dibatasi oleh satu kode wilayah.
Jadi seharusnya FWA berkompetisi langsung dengan wireline dan karena itu ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh FWA agar bisa bersaing dengan wireline. Dalam pandangan kualitas, pelanggan FWA seharusnya menyadari bahwa sangat sulit untuk bersaing kualitas dengan wireline. Karena pada wireless mempunyai bandwidth yang sangat terbatas dan mempengaruhi kualitas seperti kecepatan pelayanan dan delay yang cukup panjang. Tidak seperti Selullar, realibility FWA haruslah sebesar 99.99%, sementara selullar sebesar 90%. Karena mobilitas yang tinggi itulah yang membuat sistem selullar didesain lebih rendah dalam hal Grade of Service (GOS).
Dari sisi ekonomi, FWA secara nyata merupakan produk yang dibangun untuk mengisi kebutuhan yang spesifik, cepat dan ekonomis, akses ke jaringan dimana infrastruktur jaringan wireline tidak mencukupi dibanyak negara berkembang. Sehingga FWA dapat menyediakan akses secara cepat tanpa awal investasi yang terlalu besar dan lama. Selain hal tadi, masalah pergerakan yang terbatas pada satu kode area saja juga yang membuat harga FWA lebih rendah dari selullar.
Dilihat dari aspek regulasi, sebenarnya pemerintah Indonesia pun sedang mengikuti regulasi FWA yang terdapat di India. Karena India merupakan negara berkembang dengan penduduk yang sangat banyak. Regulasi memainkan peranan penting di masing-masing negara yang dipengaruhi akan kebutuhan telekomunikasi negara tersebut.
Maka awalnya sangat memungkinkan dibuatnya regulasi FWA yang disambut positif oleh masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui bahwa sebagian masyarakat Indonesia merupakan menengah kebawah yang berpenghasilan pas-pasan atau rendah. Dengan tingkat mobilitas yang rendah tapi memerlukan komunikasi yang cepat, sudah tentu FWA menjadi pilihan yang tepat disamping selullar yang dari segi harga mencapai separuhnya. Tapi meskipun begitu, pada awalnya regulasi FWA dengan mobilitas terbatas saja sudah banyak ditentang oleh para penyedia jaringan telekomunikasi selular seperti TELKOMSEL dan EXCELCOM, karena mereka menginginkan regulasi FWA yang isinya membatasi kemampuan pergerakan pelanggannya hanya dalam satu BTS saja. Tentu saja hal itu ditolak mentah-mentah oleh TELKOM sebagai first comer untuk penyelenggaraan FWA.
Ada juga hikmah dari munculnya layanan fixed wireless karena dengan itu lalu operator menurunkan tarifnya, khususnya untuk panggilan ke telepon tetap lokal. Bahkan, operator mulai memperluas zona panggilannya, terutama untuk daerah-daerah "terbelakang", selain ada diskon-diskon panggilan di tempat-tempat atau pulau tertentu.
Teguran Pemerintah
Dari uraian mengenai regulasi FWA, bisa kita lihat dengan kondisi sekarang beberapa langkah para penyedia jariangan FWA yang melanggar peraturan-peraturan yang ditetapkan. Mulai dari dibukanya roaming untuk kode area Bogor menuju Jakarta ataupun sebaliknya. Lalu sampai kehadiaran FWA yang bisa bergerak alias mampu menembus batas kode area.
Dengan ditemukannya beberapa pelanggaran dan bukti-buktinya, membuktikan bahwa masih banyak para penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tidak berkomitmen dalam menjalankan bisnisnya. Tapi apa yang dilakukan oleh pemerintah selaku regulator dalam menghadapi para penyelenggara yang membandel. Ternyata mereka hanya menegur dan minta penjelasan dari para penyelenggara tersebut. Setelah itu berniat untuk untuk membenarkan kembali.
Seperti contoh tahun 2006 ketika para penyelenggara FWA seperti Telkom, Indosat dan Bakrie yang dipanggil oleh regulator untuk dimintai penjelasan mengenai kemampuan akses para pelanggan FWA yang melebihi batas area kode asalnya. Seperti yang terjadi di Bogor, dimana pelanggan Bogor yang memiliki pekerjaan di Jakarta dan bertempat tinggal di Bogor mampu membawa handset FWA nya baik di Jakarta maupun di Bogor dengan nomor yang sama. Sehingga mereka tidak perlu repot-repot mengganti nomor dan dengan leluasa menggunakan akses lokalnya.
Setelah pemerintah menegur dan meminta penjelasan mengenai pelanggaran tersebut barulah penyelenggara jaringan FWA melakukan pembetulan. Tapi apa hukumannya? Bisa dibilang tidak ada atau mungkin sudah disepakati win-win solusion untuk kedua belah pihak. Tentunya hanya operator selullar saja yang merasa dirugikan. Sedangkan bagi masyarakat seperti Bogor khususnya menjadi tidak mendapatkan kenyamanan lagi seperti sebelumnya.
Lalu bagaimana dengan fasilitas Combo yang ditawarkan oleh Flexi. Dengan fasilitas Combonya yang berkemampuan mirip selullar, dalam artian bisa dibawa kemana-mana. Padahal dari izin yang ada, Flexi yang merupakan produk dari PT.Telkom hanya diberi izin untuk menggelar layanan telepon tetap tanpa kabel dalam cakupan mobilitas terbatas. Dalam artian, pelanggan mestinya hanya bisa berkomunikasi dalam satu kode area saja tanpa bisa menggunakan teleponnya dikode area yang berbeda. Bila merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2004:
Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 Ayat 3. Mobilitas terbatas adalah mobilitas jaringan akses pelanggan tetap lokal tanpa kabel yang dibatasi pada satu daerah tertentu.
Pasal 3 ayat 1. Wilayah layanan penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada satu kode area layanan jaringan tetap lokal.
Pasal 4 ayat 1. Penyelanggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dilarang membuka fasilitas jelajah antar kode wilayah layanan yang berbeda.
Pasal 4 ayat 2. Setiap nomor pelanggan hanya dapat terdaftar pada satu daerah operasional dan tidak dapat digunakan diluar daerah operasinya.
Dari peraturan yang ada membuktikan bahwa layanan Flexi Combo memang menyalahi aturan yang ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat 1 dan 2. Seharusnya nomor-nomor FWA yang hanya terdaftar di satu kode area tidak bisa digunakan di daerah yang berbeda. Sehingga tidak ada fasilitas apapun untuk pelayanan FWA tersebut.
Dalam suatu inovasi yang memang kontroversial, para penyelenggara telekomunikasi jeli melihat kelemahan regulasi pada KM Perhubungan Nomor 35 Tahun 2004. Tapi tetap berpedoman dan berpegangan pada regulasi. Dengan tidak harus mengganti kartu, dan hanya mendaftarkan lewat sms maupun fasilitas lain. Maka hadirlah layanan FWA antarkota yang fleksibel dan bisa digunakan dikotadan kode area mana saja layaknya selullar dengan memakai nomor yang berbeda-beda secara temporer tapi mampu kembali lagi menggunakan nomor induk ketika kembali ke kota asal.
Namun demikian, kontroversi dan polemik akan layanan tersebut tetap mencuat. Maka dipanggillah para direksi BUMN telekomunikasi itu untuk dimintai keterangan. Awalnya, mereka bersikukuh tak ada pelanggaran. Karena yang mereka lakukan hanyalah feature dariFWA. Ya, dengan berdalih menggunakan nomor yang berbeda dan juga berbeda kode area, maka penggunaan layanan Flexi Combo menjadi kekuatan untuk mengalahkan kelemahan dari PM Nomor 34 Tahun 2004.
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia yang melakukan investigasi akhirnya menemukan sejumlah penyimpangan, seperti adanya tiga nomor aktif sekaligus dalam satu waktu dan di luar kode area nomor induk. Lainnya, aktivasi call forwarding hanya bisa dilakukan di satu kode area.
Kemudian BRTI melayangkan surat tanggal 7 November 2006 kepada tiga operator secara bersamaan: PT Telkom (Flexi), PT Indosat (StarOne) dan PT Bakrie Telecom (Esia) yang menindaklanjuti teguran pertama BRTI soal pelanggaran yang dilakukan para operator FWA tersebut terhadap KM. 35/2004. Keputusan BRTI dalam surat yang ditandatangani Dirjen Postel selaku Ketua BRTI tersebut, memutuskan tiga hal. Pertama, BRTI menginstruksikan kepada para operator FWA tersebut untuk memberikan layanan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku yaitu KM. 35/2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel dengan Mobilitas Terbatas. Kedua, kepada ketiganya diberikan waktu hingga 1 Desember 2006 untuk melakukan perubahan-perubahan terkait dengan pelanggaran wilayah layanan penyelenggaraan jaringan telepon tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas yang dibatasi maksimum hanya pada satu kode area layanan jaringan tetap lokal saja. Dan Ketiga, apabila hingga batas waktu tanggal tersebut perubahan belum dilakukan menyeluruh, maka layanan FWA yang ada harus dihentikan sampai aturan dan ketentuan yang berlaku pada KM.35/2004 dipenuhi.
Surat Keputusan BRTI tertanggal tersebut adalah merupakan surat lanjutan setelah sebelumnya pada tanggal 10 Mei 2006 BRTI mengeluarkan surat teguran kepada tiga operator penyelenggara fixed wireless access (FWA) terkait dengan pelanggaran mobilitas terbatas sebagaimana telah diatur dalam KM Menteri Pehubungan No. 35/2004.
Surat teguran (pertama) dikeluarkan, berdasarkan atas hasil peninjauan yang telah dilakukan oleh BRTI di area Jakarta, Bandung dan Surabaya. Peninjauan dilakukan untuk mengetahui implementasi coverage area limited mobility dimana ditemukenali bahwa layanan ke tiga operator FWA tersebut ternyata masih bisa digunakan dengan baik (untuk melakukan panggilan outgoing atau incoming) di luar masing-masing kode area (021 untuk Jakarta, 022 untuk Bandung, 031 untuk Surabaya).
BRTI menyatakan bahwa mereka telah melakukan pelanggaran atas Keputusan Menteri Perhubungan No. 35 Tahun 2004 dimana dalam Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa wilayah layanan penyelenggaraan jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada satu kode area layanan jaringan tetap lokal. BRTI meminta mereka untuk segera melaksanakan tindakan-tindakan (teknis dan non teknis) yang diperlukan agar coverage area layanan masing-masing operator sesuai dengan KM 35/2004.
Telkom pun akhirnya mengakui kesalahan tersebut dan berjanji akan memperbaikinya. Setelah melakukan perbaikan yang beranggapan bahwa kini nomor yang aktif hanya satu saja, dengan demikian apabila pelanggan Flexi melakukan berpergian ke luar kota dan melakukan aktifasi Combonya dengan kode area yang berbeda, maka nomor induknya sudah bisa dipastikan tidak akan aktif. Sehingga layanan ini tetap menjadi faktor yang paling penting di FWA yang selama ini hanya bisa dipakai didaerah dengan kode area yang sama.
Namun di luar itu semua, lagi – lagi dengan berdalih sudah mengoreksi kesalahannya . Yang berarti para penyedia jaringan FWA sudah mengakui kesalahannya tapi tetap saja tidak ada hukuman bagi para pelanggar. Yang ada layanan tersebut tetap diperkenankan pemerintah untuk jalan terus. Karena, layanan tersebut bukanlah seluler dan tidak memiliki kemampuan roaming. Layanan juga diakui sebagai bentuk inovasi di bidang telekomunikasi.
Dalam layanan FlexiCombo, setelah mendapatkan nomor temporer di kota tujuan, pelanggan tetap bisa menerima panggilan telepon ke nomor kota asal karena ada fasilitas call forwarding. Pelanggan tersebut akan dikenai biaya untuk penerusan panggilan (call forwarding) saat menerima panggilan.
Memang, banyak keluhan tentang mahalnya tarif penerusan panggilan bila dibandingkan penerimaan panggilan biasa pada SLJJ (sambungan langsung jarak jauh). Serta, masalah penggunaan nomor temporer yang belum optimal dan sinyal yang masih belum begitu lancar.
Namun, bagi pengguna yang hanya menggunakan satu nomor layanan Flexi dan hanya punya satu ponsel berkemampuan CDMA, layanan tersebut bisa jadi sangat bermanfaat. Terlepas dari itu semua, laku atau tidaknya inovasi layanan tersebut, berpulang lagi pada pelanggan. Yang pasti, Telkom sudah diuntungkan sejak awal karena mendapatkan publikasi gratis gara-gara fenomena dan kontroversinya.
Minat Operator GSM Untuk Layanan FWA
Maka sudah menjadi hal yang tidak aneh lagi dengan kondisi sekarang dan memang sudah diprediksikan sebelumnya persaingan layanan fixed wireless access (FWA) berbasis teknologi Code Multiple Division Access (CDMA) di Indonesia semakin ketat. Setelah PT Telkom sebagai pelopor pemasaran FWA dengan TelkomFLEXI nya, Bakrie Telecom dengan Esia, Indosat yang muncul lagi dengan StarONE yang sempat menghilang, kini Mobile8 mengeluarkan produk FWA nya dengan brand Hepi, setelah sekian lama tertunda.
Sebelum Hepi, Mobile8 padahal sudah terlebih dahulu mengeluarkan produk layanan Mobile Selullar dengan brand FREN. Dengan begitu Mobile8 mengikuti jejak dari PT.Indosat yang mengeluarkan dua layanan pada mobile selular dan FWA. Kedua produk tersebut yaitu FREN dan HEPI yang menggunakan teknologi berbasis CDMA, sehingga dari sisi investasi jaringannya akan menjadi lebih murah karena menggunakan sistem yang sama. Berbeda dengan Indosat yang menggunakan sistem GSM dan CDMA untuk kedua layanan yang berbeda. Maka pada investasi Hepi, Mobile8 tidak perlu berinvestasi terlalu besar. Hal yang sempat terfikir oleh para operator selular besar di Indonesia seperti Telkomsel, EXCEL yang tahun lalu berteriak-teriak tentang kecurangan penyelanggara FWA dalam menyelenggarakan jaringannya. Bahkan tahun lalu EXCEL dan raksasa operator telekomunikasi selullar di Indonesia yaitu Telkomsel juga sudah melakukan riset pasar dan juga survey tempat dibeberapa kota besar.
Lalu apa yang menjadi alasan utama bagi Mobile8 untuk mengeluarkan layanan FWA nya, padahal perusahaan tersebut sudah mempunyai brand mobile selullar dengan nama FREN. Masalah penetrasi telekomunikasi di Indonesia yang masih rendah dan potensi pasar yang lebih banyak dimiliki oleh masyarakat kelas menengah kebawah mungkin menjadi jawaban yang pas. Apalagi adanya perbedaan tarif yang sangat signifikan antara pelanggan mobile selullar dan FWA.
Hal inilah yang membuat para penyedia jaringan selular ingin juga mengeluarkan produk FWA nya, meskipun berkemampuan teknologi GSM. Mereka berpendapat dengan produk FWA tentunya mampu menjaring dan mendapatkan pelanggan yang lebih banyak lagi dengan orientasi menengah kebawah. Contoh yang paling nyata dengan kehadiran produk Hepi yang dikeluarkan oleh Mobile8, yang sebelumnya sebagai penyedia jaringan telekomunikasi selular sekarang mengeluarkan produk FWA nya.
Para penyedia jaringan selular beranggapan adanya diskriminasi yang sangat jauh antara penyedia jaringan selular dan penyedia jaringan FWA. Padahal dengan kemampuan yang hampir sama, dalam artian mampu bergerak ke kota-kota lain yang mempuanyai kode area yang berbeda. Para penyedia jaringan selular merasa pemerintah selaku regulator lebih memihak kepada penyelenggara FWA.
Peraturan Yang Perlu di Perbaiki
Belum juga berusia yang cukup lama bagi regulasi FWA hadir di Indonesia, tapi sudah banyak para penyedia jaringan telekomunikasi FWA yang melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan. Apalagi untuk penyelenggara jaringan selullar yang sudah cukup lama dan juga sering melanggar peraturan. Tapi tidak ada hukuman-hukuman yang jelas dari pemerintah. Yang ada hanya berupa teguran saja.
Dari kejadian tersebut membuktikan bahwa dalam menjalankan regulasinya, pemerintah seperti terlihat kurang bertaji menghadapi para penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar peraturan. Yang ada, pemerintah seperti menegur para penyedia jaringan telekomunikasi yang melanggar peraturan dan berkoar-koar didepan para wartawan. Namun setelah beberapa hari dan setelah para penyedia jaringan melakukan koreksi atas kesalahannya, sepertinya pemerintah tidak memberikan hukuman kepada para penyedia jaringan yang melanggar. Ada apa dibalik itu semua ?
Bisa jadi untuk kedepannya, mungkin diperlukan juga hukuman apa bagi yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Sehingga peraturan-peraturan tersebut menjadi sangat jelas. Jadi apabila para penyedia jaringan telekomunikasi melanggar aturan, maka hukuman yang diberikan juga jelas, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan –kecurigaan pihak lain.
Sementara untuk regulasi FWA yang banyak juga mempunyai celah untuk disalahgunakan, sepertinya dibutuhkan juga regulasi FWA yang baru. Ini terkait dengan tidak ada batasan lagi untuk penggunaan produk FWA yang dikeluarkan. Seakan-akan produk FWA nya tidak lagi berbeda dengan mobile selular, karena semua para pelanggan pengguna FWA masih bisa membawa handsetnya ke kota lain meskipun berbeda-beda kode area. Para penyedia jaringan selular juga merasa ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah karena lebih memihak kepada penyedia jaringan FWA. Sehingga banyak dari para penyedia jaringan selular yang ingin mengeluarkan produk FWA nya walaupun memakai teknologi GSM.
Jadi perlunya perubahan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2004, agar para penyedia jaringan FWA tidak memanfaatkan celah untuk dilanggar. Beberapa perubahannya yaitu :
Pada pasal 3 ayat 1.
Wilayah layanan penyelenggara Jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dibatasi maksimum pada tiga kode area layanan jaringan lokal pada waktu yang bersamaan.
Dengan begitu pada pelanggan FWA hanya dibatasi mempunyai tiga nomor dengan kode area yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Sehingga tiga nomor tersebut hanya mampu aktif di tiga kode area. Apabila masuk ke kota selain tiga kode area tersebut tidak bisa aktif.
Pasal 4 ayat 1.
Penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas hanya boleh membuka fasilitas jelajah antar tiga kode wilayah layanan berbeda yang didaftarkan sebelumnya. Selain tiga kode area tersebut maka tidak bisa aktif.
Pasal 4 ayat 2.
Setiap nomor pelanggan hanya terdaftar pada satu daerah operasional dan tidak dapat digunakan diluar daerah operasional, begitu pula dengan dua nomor lainnya hanya bisa digunakan sesuai dengan kode areanya.
Alhasil meskipun memiliki tiga nomor dengan kode area berbeda, tapi nomor – nomor tersebut hanya boleh aktif ketika berada pada kode area nya.
Disamping itu, pembayaran BHP frekuensi untuk FWA juga seharusnya tidak lagi dibedakan dengan para pengguna frekuensi untuk mobile selular. Biaya BHP untuk selular memang tigabelas kali lebih mahal daripada biaya BHP untuk FWA, sehingga wajar apabila penyedia jaringan selular iri dengan kemampuan FWA yang sangat mobile. Seperti yang kita tahu bahwa meskipun terjadi perang tarif antara penyedia jaringan telekomunikasi tapi sesungguhnya yang ada hanya perang marketing. Karena biaya BHP juga sangat mempengaruhi tarif on-net (untuk penyedia jaringan yang sama),Tapi tarif yang ditawarkan pun hanya tarif promo dan bersifat sementara untuk menarik pelanggan atau menambah penetrasi pelanggan.
Selain itu diperlukan juga perubahan pada Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2005 pada Lampiran I. Perubahan yang utama adalah pada biaya pendudukan dan pemancaran frekuensi untuk teknologi CDMA disamakan. Baik yang menggunakan regulasi selular maupun untuk regulasi FWA, baik yang mobilitas terbatas, maupun yang menggunakan fixed terminal. Karena meskipun menggunakan fixed terminal, pada kenyataannya banyak dari pelanggan yang membawa kemana-mana fixed terminal tersebut. Jadi seperti tidak ada bedanya antara FWA yang mobilitas terbatas dengan yang FWA terminal tetap. Nilai besaran Indeks biaya pendudukan dan pemancaran frekuensi lebih besar dari yang Jaringan selular TDMA karena dengan menggunakan teknologi CDMA maka lebih efisien dari sisi penyebaran frekuensi.
Jadi tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk tidak mengeluarkan peraturan terbaru untuk FWA yang setidaknya mampu membuat para penyedia jaringan selular tidak lagi iri. Peraturan yang mana membuat para penyedia jaringan baik selullar maupun FWA tidak saling merasa dianaktirikan. Dan juga membuat para penyedia jaringan selular seperti EXCELCOM dan TELKOMSEL yang tidak lagi ingin mengeluarkan produk FWA.
Mungkin yang paling mudah adalah dengan diterapkannya era konvergensi telekomunikasi. Dimana sudah tidak dibedakan lagi antara layanan FWA dan layanan mobile selular, sehingga semua pelanggan telekomunikasi akan memiliki numbering atau penomoran dengan jenis layanan yang sama. Jadi tidak diperlukan perbedaan layanan antara teknologi yang satu dengan yang lainnya. Alhasil akan menciptakan kompetisi telekomunikasi yang baik dan fair baik dari sisi penyedia jaringan maupun sampai ke sisi end-user atau pelanggan.
Bima Indra Gunawan
Mahasiswa Megister Manajemen Telekomunikasi
Universitas Indonesia
Senin, Desember 22, 2008
Perlunya Perbaikan Regulasi FWA Untuk Keseimbangan Kompetisi Telekomunikasi
Curhat
Telekomunikasi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
FWA pun terkalahkan. Saya anti FWA, apalagi terkait dgn arogansi Telkom yang berani "bermain-main" dengan regulasi.
Seluler yang babak belur oleh FWA yang menjadi pemenang pada akhirnya.
Posting Komentar